Edit Me...

Albert Einstein

"Reading, after a certain age, diverts the mind too much from its creative pursuits. Any man who reads too much and uses his own brain too little falls into lazy habits of thinking."

Alexander Graham Bell

"A man, as a general rule, owes very little to what he is born with - a man is what he makes of himself. "

Abraham Lincoln

"I destroy my enemies when I make them my friends."

Chelsea F.C.

Chelsea Football Club is an English football club based in Fulham, London. Founded in 1905, they play in the Premier League and have spent most of their history in the top tier of English football. Their home is the 41,837-seat Stamford Bridge stadium, where they have played since their establishment. Since 2003 they have been owned by Russian billionaire Roman Abramovich.

Farewell Didier Drogba!

Chelsea Football Club can confirm Didier Drogba will be leaving the club when his contract expires at the end of June. Didier has spent eight years at Chelsea, and everyone at the club would like to thank him for his service and wish him luck and continued success for the future.

Monday, October 29, 2012

Homeschooling

Salam, saya ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan teman-teman yang sering dilontarkan ke benak saya. "Surya, kenapa kamu memilih Homeschooling, sayang sekali bahwa kamu memilih keputusan seperti itu? Apa tidak rugi setelah melewati dari TK-SMP di sekolah formal, kali ini kamu mengambil kemunduran yaitu mengambil SMA di Homeschooling. Kenapa?"

Apakah itu " Homeschooling"?



Homeschooling or homeschool (also called home education or home based learning) is the education of children at home, typically by parents or by tutors, rather than in other formal settings of public or private school. Although prior to the introduction of compulsory school attendance laws, most childhood education occurred within the family or community, homeschooling in the modern sense is an alternative in developed countries to attending public or private schools. Homeschooling is a legal option for parents in many countries, allowing them to provide their children with a learning environment as an alternative to public or private schools outside the home.

Parents cite numerous reasons as motivations to homeschool their children. The three reasons that are selected by the majority of homeschooling parents in the United States are concern about the school environment, to provide religious or moral instruction, and dissatisfaction with academic instruction at public and private schools. Homeschooling may also be a factor in the choice of parenting style. Homeschooling can be an option for families living in isolated rural locations, living temporarily abroad, to allow for more traveling, while many young athletes and actors are taught at home. Homeschooling can be about mentorship and apprenticeship, where a tutor or teacher is with the child for many years and then knows the child very well.

Homeschooling can be used as a form of supplementary education, a way of helping children learn, in specific circumstances. For instance, children that attend downgraded schools can greatly benefit from homeschooling ways of learning, using the immediacy and low cost of the Internet. As a synonym to e-learning, homeschooling can be combined with traditional education and lead to better and more complete results. Homeschooling may also refer to instruction in the home under the supervision of correspondence schools or umbrella schools. In some places, an approved curriculum is legally required if children are to be home-schooled. A curriculum-free philosophy of homeschooling may be called unschooling, a term coined in 1977 by American educator and author John Holt in his magazine Growing Without Schooling. In some cases, a liberal arts education is provided using the trivium and quadrivium as the main model.

Begitu penjelasannya, itu pun dikutip dari wikipedia, saya juga ambil beberapa penjelasan dari situs Homeschooling-ku.

Homeschooling adalah sebuah system pendidikan atau pembelajaran yang diselenggarakan di rumah. Homeschooling adalah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan pendekatan secara “at home”. Dengan pendekatan “at home” inilah anak-anak merasa nyaman belajar karena mereka dapat belajar apapun sesuai dengan keinginannya, kapan saja dan dimana saja seperti ia tengah berada di rumahnya. Jadi, meski disebut homeschooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tapi anak-anak dapat belajar dimana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti “at home”.

Mengerti?  

Oke saya akan menceritakan keputusan yang menurut mereka "Sayang"

Setelah lulus SMP, saya langsung melanjutkan SMA Homeschooling yang didirikan oleh Kak Seto. Kenapa saya memilih sekolah non formal? Karena waktu SMP, saya sering terganggu dalam kesehatan bahkan sampai pingsan saat itu, mungkin karena despresi, stress dan sebagainya dan juga merasa tertekan untuk menyamai level anak normal lainnya untuk penilaian dalam mata pelajaran di sekolah. Salah satu mata pelajaran kerap menyulitkan saya yaitu Inggris dan Inggris + (keterampilan), Alhamdulillah berkat teman dan guru yang baik jadi lulus. Saat itu saya membayangkan bagaimana SMA nanti? Saya merasa panik saat itu, memikirkan apa yang terjadi, ada sebuah kata terlintas di benak saya yaitu Kak Seto, nama beliau mengingatkan saya bahwa beliau memiliki sekolah yaitu Homeschooling. Kata Homeschooling pernah saya liat di TV dan di internet, awalnya saya pikir homeschooling cocok untuk anak putus sekolah ternyata bukan, Homeschooling ini untuk umum. Itulah saya tahu mengenai homeschooling setelah menulusuri info homeschooling di internet.

Sebenarnya banyak sekali homeschooling di Indonesia seperti HS milik Dewi Hughes dll. Tapi pilihan untuk melanjutkan SMA Homeschooling jatuh ke HSKS (Homeschooling Kak Seto) karena ibuku sangat kenal dan dekat dengan Kak Seto, jadi kesempatan. Awalnya sempat berbicara dengan Ibu, ditolak dan jelaskan baik-baik tentang homeschooling dan Kak Seto, tak lama kemudian, Ibuku menelpon Kak Seto. Pada esok harinya, ibuku memanggil saya bahwa saya akan masuk HS Kak Seto, disuruh datang ke HSKS Pusat yang terletak di Bintaro. Setelah sampai disana bersama orangtua, saya diwawancarai dan juga memberi hasil fotokopi ijazah SMP. Saya menceritakan alasan masuk HSKS, karena saya pernah merasakan hal-hal yang berat di SMP, bukan karena sistem, metode pengajaran, pergaulan dll. Tetapi karena aksesibilitas untuk saya sebagai Tuli tergolong minim. Metode pengajaran secara face to face itulah saya butuhkan, metode tersebut juga disediakan di HS Kak Seto. Dan sebelumnya saya merasa tidak yakin kalau bisa melanjutkan SMA sekolah formal yang metode dinilai terlalu tinggi dan mudah membuat saya tertekan.

Semenjak masuk Homeschooling Kak Seto, kehidupan saya berubah drastis yaitu lebih banyak belajar dalam hidup, bijak dalam menghadapi sesuatu dan juga belajar dari teman-teman dan orang yang lebih tua, itu sangat menguntungkan. Kemudian juga saya merasa lebih menikmati dalam belajar, Homeschooling itu bukan berarti untuk teman-teman yang malas tetapi untuk teman-teman yang ingin belajar dimana saja bisa di Mall dan sebagainya tetapi bernuansa rumah. Sayang sekali, saya hanya satu-satu Tuli di SMA Homeschooling. Mungkin ada cerita baru kalau saya memiliki teman Tuli di SMA Homeschooling. Di samping positif juga ada negatifnya yaitu tidak adanya pengajaran isyarat untuk kaum tuli. Kemudian setelah masuk homeschooling, banyak sekali menyayangkan keputusan saya seperti guru-guru dan teman-teman, kata mereka homeschooling tidak dapat ijazah, atau paket C itu tidak sesuai untuk saya karena saya tergolong mampu, tetapi Ibu mendukung penuh untuk tetap belajar di Homeschooling Kak Seto, saya juga memiliki Tutor Visit. Tutor Visit mengajari materi setiap pelajaran seperti guru tetapi sudah jadi budaya HSKS, maka saya panggil dia kakak.

Jam belajar Homeschooling ada aturan yaitu seminggu belajar maksimal 10 jam. Terserah mau belajar kapan, dimana, dan dengan siapa? Sebenarnya Homeschooling juga menyediakan 2 program yaitu Distance Learning & Komunitas (belajar dengan teman-teman untuk meningkatkan sosialisasi seperti pergaulan dan kerjasama). Kalian melihat banyak tawuran di TV kan? Kadang-kadang saya merasakan mereka seperti berada di sekolah dikelilingi neraka,  ilmuwan dulu seperti Thomas Alva Edison juga belajar menciptakan sesuatu yang baru bukan karena sekolah melainkan belajar di rumah.

Salam,
Surya Sahetapy
Status: Penulisan belum final.

Wednesday, October 24, 2012

“Maka dari keduanya, keluarlah Mutiara dan Murzan” #Repost



Tidak ada yang meragukan keindahan suara Dewi Yull. Lagu Layu Sebelum Berkembang pun terdengar lebih hidup ketika dilantunkan oleh Dewi Yull bersama almarhum Broery Marantika. Ironisnya, suara merdunya tidak mampu didengar oleh anaknya sendiri, Giscka, karena keterbatasan pendengaran yang dimilikinya. Tidak hanya Giscka, salah satu putranya yaitu Panji, juga mengalami hal serupa. Ditambah lagi, suaminya yang seharusnya mendampingi menghadapi cobaan tersebut justru meninggalkannya. Namun semua itu tidak lantas membuat ibu empat anak ini menyesali dengan apa yang telah terjadi. Sebaliknya, ia justru menganggap anak-anaknya sebagai anugerah dalam hidup. Bagaimana Dewi Yull berjuang merawat keempat anaknya seorang diri? Apa yang membuatnya bisa setabah itu? Adakah hikmah yang bisa ia petik?

Pada usianya yang masih tergolong sangat muda, Dewi Yull memutuskan untuk menikah dengan Ray Sahetapy, lawan mainnya di film ‘gadis’. Keputusannya tersebut memang cukup mengagetkan banyak pihak. Di saat karirnya sedang menanjak di dunia film maupun dunia tarik suara, Dewi Yull justru memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya dan menikah dengan Ray Sahetapy. Karena perbedaan agama, orangtua Dewi Yull, tidak merestui pernikahan anaknya tersebut. Meskipun begitu, penyanyi yang sering berduet dengan almarhum Broery Marantika ini tetap melangsungkan pernikahan dengan aktor yang laris di era tahun 80-an itu. Dari pernikahannya tersebut, lahirlah Giscka Putri Agustina Sahetapy , Rama Putra Sahetapy , Panji Surya Putra Sahetapy , dan Muhammad Raya.

Penyanyi yang memiliki nama asli RA Dewi Pujiati ini memang terbukti mampu menjalani kehidupan keluarga dengan harmonis. Paling tidak selama 23 tahun ia mampu bertahan membina keluarga dengan Ray Sahetapy sebelum mengakhirinya dengan perceraian. Tapi semua itu tidak menyurutkan semangatnya dalam berkarya. Puluhan album telah ia hasilkan selama berkarir di bidang tarik suara. Berbagai judul film pun telah dilakoninya. Sebut saja film ‘Gadis’, Opera Jakarta’, ‘Kembang Kertas’, Pacar Pertama’, ‘Ayu dan Ayu’, ‘Secangkir Kopi Pahit’, ‘Suami’, serta film terakhir yang sempat dilakoninya, yaitu ‘Kiamat Sudah Dekat’. Berbagai prestasi di bidang kesenian tersebut semakin melambungkan namanya. Tepatnya di era tahun 80 hingga 90-an, nama Dewi Yull menjadi salah satu nama artis serba bisa. Di balik prestasinya yang semakin menjulang, ternyata kehidupan keluarganya juga menyimpan sisi yang memilukan untuk orang sesukses Dewi .

Tidak Malu dengan Kondisi Anak. Selang beberapa waktu setelah ia menikah dengan Ray Sahetapy, wanita kelahiran Cirebon ini langsung dikaruniai anak perempuan cantik yang diberi nama Giscka Putri Agustina Sahetapy yang lahir 24 tahun silam. Kelahirannya pun disambut gembira oleh pasangan Ray dan Dewi. Akan tetapi, kegembiraan mereka sempat terganjal dengan diketahuinya kondisi kesehatan Giscka yang memiliki keterbatasan dalam pendengaran alias tuna rungu. “Saya baru mengetahui kalau Giscka itu tuna rungu saat usianya 2 tahun,” kenang Dewi. Meskipun begitu, puteri pasangan HRM Soendaryo Priatman Tirto Adhi Suryo dan Masayu Devi Hetimawati ini tidak menyesali kondisi tersebut. “Buat saya, anak-anak itu anugerah yang sangat luar biasa,” ujar Dewi. Dari keempat anaknya pula, Dewi Yull mendapatkan motivasi yang sangat besar dalam membangun kehidupan yang sempat mendapatkan goncangan.

Ketika merawat Giscka, Dewi tidak pernah merasa malu dengan keadaan yang diderita oleh Giscka. Dengan ketunarunguannya, Dewi justru sering membawa puteri sulungnya tersebut ke tempat syuting. “Saya bawa kemana saja, karena saya tidak mau anak ini menjadi beban,” ujar wanita yang berparas keibuan ini. Dengan keterbukaannya terhadap lingkungan sekitar, Dewi Yull memperkenalkan Giscka ke dunia luar. Dengan begitu, Dewi berharap si anak tidak merasa minder dengan kondisi fisik tubuhnya. Sikap Dewi tersebut terbukti dengan perkembangan psikologis Giscka yang makin hari makin menunjukkan kepercayaan diri yang semakin meningkat. “Giscka mampu mandiri menjadi anak yang luar biasa dan lebih hebat dari saya,” aku Dewi. Giscka pun tumbuh menjadi sosok gadis yang memiliki kecerdasan yang tidak kalah dengan anak normal lainnya. Tak hanya itu, kemandiriannya pun patut diacungi jempol. Dengan ketunarunguannya, Giscka mampu menjadi gadis dengan tingkat kepercayaan diri yang mantap. Ia mampu mengikuti sikap ibunya yang tegas dalam berbagai hal. Sebagai seorang ibu, Dewi Yull bangga terhadap sang anak. Hingga menjelang pernikahannya, Dewi Yull selalu mendampingi Giscka dan memberikan dorongan moril sebagai seorang ibu. Kini, Giscka telah mampu memberikan cucu pertama bagi Dewi Yull. Kebahagiaan seorang nenek akhirnya didapatkan oleh penyanyi yang mampu mendendangkan berbagai aliran lagu ini.

Terulang pada Anak Ketiga. Selain Giscka, putera ketiganya, Panji Surya juga memiliki keterbatasan fisik. Ia juga tidak bisa mendengar sebagaimana halnya sang kakak, Giscka. Kelahiran Panji yang memiliki kekurangan fisik tersebut sempat menimbulkan berbagai pertanyaan di diri Dewi. “Kenapa tidak cukup satu?” tanya Dewi ketika Panji hadir di dunia. Akan tetapi, Dewi justru lebih mendekatkan diri pada Tuhan untuk menemukan jawabannya. Ada suatu kejadian yang mampu memberikan jawaban bagi Dewi. Untuk mengetahui jawabannya, Dewi kerap melakukan sholat malam untuk lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta. Dukungan ibunda juga tidak kalah pentingnya dalam memotivasi Dewi Yull dalam menghadapi kenyataaan. Sang Ibu menyarankan kepada Dewi Yull untuk lebih banyak membaca Al-Quran dan melakukan sholat malam. Alhasil, ketika di malam hari setelah sholat malam dan ia membaca Al-Quran, Dewi Yull membaca salah satu ayat di dalam Al-Quran yang isinya adalah ; “Maka dari keduanya, keluarlah mutiara dan Murzan.” “Setelah itu, saya ambruk dan menangis,” kenang Dewi Yull. Dari kejadian itu, Dewi Yull yakin bahwa anak-anaknya merupakan mutiara yang sangat berharga dalam hidupnya. Tak terkecuali dua anaknya yang mengalami kekurangan dalam hal fisik.

Semenjak kejadian di malam hari tersebut, Dewi yull lebih banyak berikhtiar dalam menjalani kehidupan. Dua anaknya yang secara fisik kurang sempurna, justru menjadi suatu bentuk kesempurnaan di mata Dewi Yull. “Sempurna itu kan ada karena adanya ketidaksempurnaan,” ujar Dewi Yull. Tanpa diliputi rasa malu, pemeran Sartika dalam sinetron ‘dokter Sartika’ ini selalu mengajak anak-anaknya ke lingkungan luar. Bahkan Giscka ketika masih berumur di bawah sembilan tahun selalu diajaknya ke lokasi syuting. “Saya selalu mengajak Giscka ke lokasi syuting Losmen, Sartika,” kenang Dewi Yull. Dengan begitu, Dewi berharap anaknya tersebut tidak merasa menjadi beban dengan adanya kekurangan fisik yang dimilikinya. Sebaliknya, Giscka justru memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi, bahkan lebih tinggi ketimbang anak-anak normal lainnya. Kemampuannya di bidang seni juga sangat mencengangkan berbagai pihak, termasuk ibunya sendiri, Dewi Yull. Sedangkan untuk Panji, putera ketiganya yang juga memiliki kekurangan fisik yang hampir sama dengan Giscka, memiliki kepribadian yang tidak kalah dari sang kakak. Panji mampu menorehkan prestasi yang cukup membanggakan bagi Dewi Yull. Panji yang memiliki hobi sepakbola mampu menjadi pemain futsal yang cukup bagus dengan menyandang gelar top scorer kompetisi futsal antar sekolah sejabotabek. Prestasi lainnya yang lebih membanggakan adalah diraihnya penghargaan pada hari anak internasional beberapa waktu yang lalu. Dewi pun terharu dengan berbagai prestasi yang mampu diraih oleh anak-anaknya, terutama dua anaknya yang memiliki kekurangan fisik.

Dengan diraihnya berbagai prestasi bagi anak-anaknya, Dewi Yull mampu menikmati hidup kesendiriannya setelah bercerai dengan Ray Sahetapy. Berbagai cobaan memang silih berganti menghampiri kehidupan Dewi Yull. Kehadiran dua anaknya yang memiliki kekurangan fisik memang bisa dibilang sebagai cobaan bagi Dewi. Kondisi keluarganya yang semula adem ayem, tiba-tiba harus dihiasi dengan perceraian. Tetap saja bagi Dewi, perceraian tersebut sudah menjadi ketentuan Allah. “Tidak ada yang bisa dimiliki di dunia ini, termasuk anak-anak, semua itu hanyalah titipan,” ujar penyanyi yang mengawali karier di jalur tarik suara saat memenangi lomba Pop Singer se-Jawa Barat pada tahun 1970 ini.

Bangun Kembali Perusahaannya. Setelah menjadi single parent, Dewi Yull pun kini lebih banyak mengurusi perusahaan production house-nya. Perusahaan yang diberi nama PT Giz Cipta Pratama Audiovisual ini telah berdiri sejak 15 tahun silam. Perusahaan yang berkantor di Jalan Camar I No. 1, Bintaro ini menjadi salah satu sumber pendapatan Dewi Yull untuk menghidupi keluarganya. Perusahaan tersebut juga tak luput dari kerikil-kerikil tajam yang menghantam perjalanan hidup Dewi Yull. Dua tahun pertama setelah berdiri, PH yang didirikan oleh Dewi Yull tersebut tidak mendapatkan proyek yang harus dikerjakan. Barulah setelah berjalan dua tahun lebih, perusahaan tersebut banyak mendapatkan order untuk membuat video klip, film dokumenter dan produksi sinetron. Salah satu band terkemuka di Indonesia, KLA Project pun pernah mempercayakan pembuatan salah satu video klipnya kepada perusahaan yang dimiliki oleh Dewi Yull.

Seiring dengan berjalannya waktu, PT Giz mengalami hambatan-hambatan yang mengakibatkan macetnya perkembangan perusahaan. “Selama hampir tiga tahun, perusahaan mengalami kesulitan,” kenang Dewi Yull. Tapi kesulitan tersebut lambat laun mampu diatasi oleh Dewi Yull beserta karyawan-karyawan yang ada untuk mendukungnya. Saat ini, PT Giz Cipta Pratama Audiovisual tengah menangani beberapa film dokumenter. Salah satunya adalah film dokumenter yang dibuat dari hasil kerjasama dengan Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi. Film tersebut dibuat untuk mensosialisasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Selain mengurusi production house miliknya, wanita kelahiran 10 Mei 1961 ini juga aktif dalam kegiatan sosial. Ia kini menjadi duta bagi organisasi Eka Tjipta Foundation. Di dalam organisasi di bawah bendera Sinar Mas Group tersebut, ia mensosialisasikan biji jarak sebagai alternatif bahan bakar bagi masyarakat. “Biji jarak itu kan bisa menjadi pengganti minyak tanah,” ungkapnya menjelaskan kepada Realita. Dewi mengaku, dengan aktif di dalam organisasi tersebut, ia dapat menimba ilmu lebih banyak. “Biji jarak itu hasil pengembangan dari IPB (Institut Pertanian Bogor-red), jadi saya sering bertemu dengan para profesor dari IPB,” aku Dewi. Seringnya Dewi Yull bertemu dengan orang-orang akademis yang terbilang cerdas, cukup membuat Dewi Yull bahagia. Pasalnya, ia bisa mendapatkan banyak pengetahuan yang sebelumnya belum pernah diketahuinya.

Tak hanya itu, Dewi Yull juga kerap mengadakan acara konsultasi dengan para orangtua yang memiliki anak dengan keterbatasan tunarungu. “Saya sering ke Cirebon untuk memberikan konsultasi bagi orangtua yang memiliki anak tunarungu,” aku Dewi. Kegiatan tersebut dilakukannya karena ia melihat banyak orangtua yang merasa malu terhadap kondisi anaknya yang memiliki kelainan daripada anak normal lainnya. Menurut Dewi, sebagai orangtua sebaiknya tidak usah malu dengan keadaan sang anak yang tunarungu. Sang anak akan merasa terbantu dengan sikap orangtua yang terbuka kepada lingkungan sekitar. Dengan begitu, pembentukan karakter si anak akan terjadi dengan sendirinya. Perkembangan mental sang anak pun akan berjalan dengan baik.

Tidak Pasang Target. Untuk hidupnya sendiri, Dewi Yull tidak pernah memiliki target tertentu untuk masa depan dirinya dan keluarga. “Saya hanya berusaha untuk bersyukur setiap hari,” ujar Dewi. Tak heran jika ia memiliki prinsip, berterimakasih pada hari kemarin dan hari ini haruslah lebih baik dari hari kemarin. Bahkan ketika ditanya mengenai rencana ke depan, Dewi hanya menjawab, “Saya sih tidak punya rencana, yang penting kita harus berikhtiar setiap hari,” begitu ujarnya. Untuk rencana menikah kembali pun ia menyerahkannya kepada Allah. Jika memang nantinya diberikan jodoh, ia pasti akan menikah kembali. Akan tetapi, baginya yang terpenting adalah membimbing seluruh anaknya menjadi anak yang mandiri dan minimal berguna bagi dirinya sendiri. Oleh karena itu, selama ini, ia membebaskan keinginan dari seluruh anak-anaknya. “Saya bebaskan semua anak-anak saya, asalkan sekolahnya bener,” tutur penyanyi yang akan mengeluarkan album Shalawat menjelang Ramadhan tahun ini. Selain itu, ia juga menghormati keinginan dari sang anak karena Dewi Yull sendiri menyadari bahwa anak hanyalah titipan yang dapat diambil sewaktu-waktu oleh empunya. Oleh karena itu, ia sangat memegang arti kepercayaan bagi anak-anaknya. Dewi Yull percaya dengan adanya kepercayaan, anak-anaknya tidak akan mudah terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang tidak diinginkan. “Makanya saya pernah bilang kepada anak-anak saya, jika kalian ingin cepat mamah meninggal, kamu pakai saja narkoba dan apa saja yang buruk,” tutur Dewi. Tak ayal, hingga kini anak-anaknya tidak pernah terlibat dalam hal-hal yang buruk. Sebaliknya, anak-anaknya justru dapat membuktikan kepada ibu yang sangat dicintainya tersebut bahwa mereka dapat berprestasi di dunianya masing-masing. 


Panji Mampu Menyetir Mobil di Usia 6 Tahun

Ternyata tuna rungu tidak menjadi hambatan bagi Panji, putera ketiga Dewi Yull. Hal tersebut terbukti dengan diraihnya penghargaan pada hari anak internasional beberapa waktu yang lalu. Tak hanya itu, ada suatu kejadian menarik yang pernah dialami oleh keluarga Dewi Yull. Saat itu, Panji meminta untuk diajarkan menyetir mobil. Dewi Yull sempat kaget karena waktu itu Panji baru menginjak umur 6 tahun. Tidak mungkin anak sekecil itu mampu mengendarai kendaraan beroda empat tersebut. Akan tetapi, karena Dewi Yull selalu membebaskan keinginan dari anak-anaknya, maka ia mengijinkan Panji untuk belajar menyetir mobil. Hebatnya, Panji langsung lancar menyetir mobil tanpa harus menunggu petunjuk dari sang ibu. “Waktu itu, saya sudah siap-siap memegang rem tangan, tapi akhirnya dia memang sudah lancar nyetir mobil dengan sendirinya,” tutur Dewi sembari tertawa lebar.

Cerita menarik tak hanya sampai di situ saja, pernah suatu hari Panji mengajak saudara-saudaranya yang juga masih kecil untuk naik ke atas mobil. Hyundai Atoz automatic itu disetir Panji mengelilingi komplek bersama saudara-saudaranya. Dewi Yull pun sempat merasa khawatir dengan kejadian tersebut. Tapi kekhawatiran itu tidak terbukti karena mereka selamat dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Jadi waktu itu sudah nggak heran lagi kalau tetangga ngeliat mobil tapi nggak kelihatan supirnya, berarti itu anak saya yang nyetir,” ujar Dewi. Pengalaman unik lainnya pun pernah dialami bersama dengan Giscka. Dewi mengaku, ia pernah dilempar kaleng minuman ringan oleh Giscka karena tidak dituruti keinginanya untuk meminum minuman ringan tersebut. “Kepala saya sempat robek karena dilempar kaleng minuman,” kenang Dewi. Kejadian tersebut memang menjadi risikonya karena Dewi memang sedang mengajari Giscka untuk belajar mengucapkan kata-kata dengan benar. “Supaya dia bisa belajar mengucapkan kata-kata dengan jelas,” ujarnya. Kejadian-kejadian menarik itu tak hanya menjadi bumbu-bumbu yang terjadi ketika merawat anak dengan keterbatasan tunarungu. Akan tetapi, kejadian itu juga justru menambah rasa kasih sayang Dewi terhadap keempat anaknya. 



Mimpi Bertemu dengan Almarhumah Ibunda Sebelum Memakai Jilbab

Perubahan drastis memang terjadi pada tahun 1999 dalam hidup Dewi Yull. Saat itu, ia memutuskan untuk memakai jilbab. Keputusan tersebut memang cukup mengagetkan banyak pihak. Bahkan ada beberapa pihak yang memberikan peringatan agar tidak memakai jilbab karena nantinya tawaran pekerjaan akan berkurang. Meskipun begitu, ia tetap mengukuhkan hatinya untuk memakai jilbab, sebagaimana diwajibkan oleh Allah.

Sebelum memutuskan untuk memakai jilbab, ada kejadian menarik yang dialami oleh Dewi Yull. Pada suatu malam, Dewi Yull bermimpi bertemu dengan almarhumah ibunda, Masayu Devi Hetimawati. “Dia menegur saya untuk lebih dekat dengan Allah,” aku dewi. Sejak saat itu, ia memutuskan untuk lebih mendekatkan diri dengan sang pencipta. Salah satu keputusan yang diambilnya adalah dengan memakai jilbab. Hingga kini, ia pun tetap menutup rambutnya dengan kain jilbab. “Jangan jilbab itu diidentikkan dengan orang suci,” ujar Dewi. Dewi yang mengaku masih berhubungan baik dengan Ray Sahetapy ini memang telah memantapkan diri untuk tetap memakai jilbab sebagai salah satu kewajibannya sebagai wanita muslimah. “Jilbab itu kan masalah hak asasi manusia, jadi kenapa harus dipertanyakan,” tutur Dewi sambil menutup pembicaraan.


Sumber: Fajar


Thursday, October 4, 2012

Kisah Tuli Sukses!



Berikutnya tokoh-tokoh Tuli Dunia yang sukses karena usahanya sendiri. Semoga mereka mampu menginspirasi kalian sehingga tidak perlu mengeluh akan kekurangan kalian.

 "Proud to be human being, even with disabilities."

Kaum Tuli Menuntut Akses Pendidikan

Oleh Surya Sahetapy


Semua manusia memiliki impian. Tak terkecuali, mereka penyandang disabilitas. Mereka ingin hidup mereka seperti manusia lainnya. Mampu merasakan mimpi menjadi orang yang sempurna, menikmati indahnya hidup.

Untuk mewujudkan impian itu, maka butuh proses pembelajaran. Tidak mudah meraih impian itu dengan cara-cara yang instant. Kadang butuh waktu untuk mencapai impian itu. Untuk mewujudkan impian itu, harus mempelajari, mengasah dan mengembangkan potensi yang dimiliki.

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal. Tak sedikit di antara mereka, walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Ketunarunguan adalah satu istilah umum yang menggambarkan semua derajat dan jenis kondisi ketunarunguan, terlepas dari penyebabnya dan usia kejadiannya. Karena keterbatasan itu, mereka membutuhkan pendekatan khusus dalam bidang pendidikan. Misalnya, jangan berbicara membelakangi anak. Namun, berbicara di depan, atau anak duduk atau berada di bagian paling depan kelas sehingga memiliki peluang untuk mudah membaca bibir pengajar.

Bila salah satu dari telinganya yang memiliki gangguan pendengaran, sebaiknya anak tersebut ditempatkan dengan posisi telinga salah satunya yang normal menghadap dengan guru agar dapat mendengar kata-kata yang diucapkannya. Perhatikan postur anak. Seringkali anak akan menggelengkan kepala untuk mendengarkan lebih baik. Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru dan bicaralah dengan anak secara berhadapan. Dan, bila memungkinkan kepala guru sejajar dengan kepala anak, berbicara dengan volume biasa tetapi gerakan bibirnya harus jelas.

Beberapa karakteristik Anak Tunarungu:

1. Tidak mampu mendengar,

2. Terlambat perkembangan bahasa

3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi

4. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara dengan gerak bibir cepat

5. Pengucapan kata tidak jelas

Banyak orang memiliki gangguan pendengaran biasanya disebut tuli atau tunarungu. Itu bisa terjadi ketika beranjak remaja atau dewasa disebabkan berbagai macam faktor yang menyebabkan gangguan pendengaran, seperti gangguan saat hamil, panas tinggi, kecelakaan dan sebagainya. Sebenarnya gangguan pendengaran bisa dibedakan yaitu tuli berat (deaf) dan tuli ringan (hard of hearing).

Kaum tuli berat biasanya menggunakan bahasa isyarat sebagai komunikasi atau juga berbicara layaknya orang normal jika diberi aksesbilitas seperti Alat Bantu Dengar (Hearing Aid) dan “speechtherapy”. Sedangkan kaum tuli ringan bisa dimaksimalkan dengan Alat Bantu Dengar sehingga bisa mendengar suara atau ucapan seseorang.

Hal ini jarang untuk menemukan solusi agar sembuh dari gangguan pendengaran.Tetapi, itu belum mencerminkan bahwa kaum tuli mendapatkan kesejahteraan karena kurangnya pendidikan untuk kaum tuli di Indonesia.

Sebelum kita memasuki topik, saya memiliki pengalaman sebagai tunarungu. Sejak lahir, saya divonis tunarungu. Saya sempat dimasukkan ke TK umum. Ternyata takdir berkata lain bahwa saya menyelesaikan TK umum tidak cukup membantu saya untuk melanjutkan SD (Sekolah Dasar) dan saya dipindahkan ke Sekolah Luar Biasa bagian B yang terletak di Jakarta Barat. Sekolah itu memiliki program yang menjanjikan untuk kaum tuli yaitu menyediakan terapis wicara dengan fasilitas yang baik.

Di sana, saya hanya menyelesaikan 2 tahun di TK kemudian dilanjutkan ke SD umum. Berkat hasil rapor sekolah yang baik, membuat saya hanya menyelesaikan 6 tahun di SD. Padahal, seharusnya siswa tuli menyelesaikan SD selama 8 tahun. Di sana saya banyak belajar berbicara, membaca buku dan baca bibir.

Setelah menyelesaikan 8 tahun di SLB/B, saya melanjutkan ke SMP umum karena mengikuti keinginan orangtua agar saya dapat meningkatkan kepercayaan diri untuk berbaur dengan teman normal. Sebelumnya saya berpikir semua akan mudah karena berkat belajar banyak di sekolah sebelumnya. Ternyata itu tidak cukup membantu saya untuk berkomunikasi dengan teman di sekolah dengan lancar karena membutuhkan adaptasi.

Saat hari pertama sekolah, saya tidak banyak bicara karena di antara saya banyak teman sekolah berbicara terlalu cepat, gerak baca bibir sulit dibaca. Setelah melewati hari demi hari dengan diam seribu bahasa, saya diperkenalkan oleh guru kepada teman-teman dan menceritakan asal usul kendala yang saya hadapi. Saya tidak mengungkapkan bahwa saya tuli. Tetapi, ada salah satu menanyakan tentang suatu benda yang ada di daun telinga saya. Saat ditanyakan tentang itu, membuat saya berdebar-debar. Saya sulit menjawab pertanyaan, dan akhirnya memberitahu kepada semua teman yang ada di kelas bahwa benda yang ada di telinga untuk membantu saya mendengar, teman-teman yang ada di kelas itu merasa terkejut dan aneh dengan pernyataan dan kemudian kelas menjadi sunyi.

Akhirnya saya langsung dipersilakan oleh guru untuk duduk. Setelah kejadian itu, pada saat istirahat banyak teman menghampiri saya menanyakan tentang diriku. Itu cukup membuat saya terusik. Itu adalah pengalaman buruk yang memberi banyak hikmah, buktinya selama 3 tahun di SMP umum, saya mampu beradaptasi dan melakukan segala hal seperti teman saya.

Walaupun saya menyelesaikan masa SMP umum itu, sekolah tersebut masih kurang untuk menangani kaum tuli seperti saya terutama bahasa Inggris, bahasa Inggris adalah bahasa paling sulit yang pernah ada untuk saya karena sebelumnya di sekolah dasar luar biasa, saya belum pernah menyentuh bahasa tersebut. Setelah lulus dari SMP, saya memilih melanjutkan SMA homeschooling karena saya sendiri memiliki gangguan kesehatan, membuat saya tidak berani mengambil risiko untuk melanjutkan ke sekolah umum.

Setelah masuk di organisasi Yayasan Tunarungu Sehjira yang dipimpin oleh ibu Rachmitha M.H yang biasa disapa Ibu Mitha, saya banyak belajar tentang dunia disabilitas termasuk tunarungu. Pada awalnya, saya mengira dunia tunarungu itu tidak semudah yang kita kira. Ternyata jauh lebih dalam dan masih banyak masalah-masalah yang belum teratasi sampai saat ini. Bersama Yayasan Tunarungu sehjira, saya banyak belajar tentang advokasi atau semacam training singkat untuk membantu teman-teman tuli agar tampil lebih percaya diri dan memiliki niat untuk mencapai impiannya dengan cara belajar dengan baik, berusaha dan berdoa untuk memaksimalkan diri menjadi pelajar terbaik di masa depan. Itu membuktikan bahwa pendidikan masih didominasi non-tunarungu karena minimnya guru disabilitas dalam mengajar sehingga terjadi kekurangan dalam hal materi belajar.

Proses pelajaran itu dimulai dari pendidikan, berdasarkan penelitian dari organisasi-organisasi kaum tuli ternyata kemampuan membaca tunarungu masih lemah. Oleh karena itu, kaum tuli dipaksakan untuk menguasai kemampuan berbicara seperti baca bibir dan bicara secara verbal/oral, sehingga kemampuan membaca dikesampingkan. Kaum tuli dituntut untuk menguasai kemampuan berbicara justru menghambat kemampuan membaca, ibaratnya kita membeli mobil tanpa ban.

Walaupun kaum tuli tidak dapat berbicara seperti orang normal tetapi membaca atau menulis dengan menggunakan tata bahasa baik dan benar, sudah tergolong kaum tuli yang cerdas.

Kemudian cara mengatasi masalah adalah menyediakan bahasa isyarat nasional, bahasa isyarat nasional merupakan komunikasi paling sederhana dan gratis. Jika kita bandingkan kaum tuli mengeluarkan biaya kurang lebih puluhan juta demi membeli alat bantu dengar supaya bisa mendengar dan berbicara, tetapi itu belum cukup untuk mencapai titik sempurna karena kemampuan mendengar dan berbicara harus dilatih yang membutuhkan waktu yang lama.

Mari kita melihat kondisi ekonomi Indonesia. Indonesia tergolong negara berkembang tahap awal. Jadi, kita tidak perlu memaksakan kaum tuli untuk membeli alat bantu dengar yang biayanya cukup mahal untuk mencapai kriteria menjadi bangsa Indonesia yang cerdas kecuali ada acara amal alat bantu dengar gratis dan sejenisnya untuk kaum tuli yang kurang mampu.

Menurut pendapat kaum tuli lainnya, bahasa isyarat merupakan bahasa yang paling mudah untuk berkomunikasi daripada menggunakan baca bibir yang harus membutuhkan konsentrasi tinggi agar lebih mengerti.

Tetapi bahasa isyarat nasional tentunya bahasa isyarat Indonesia ternyata ada 2 jenis yaitu SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) dan BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia). Program SIBI baru berdiri sejak tahun 1994 dan diakui mulai tahun 2001, SIBI sudah diterapkan sekolah-sekolah luar biasa bagian B di Indonesia ternyata masih jauh dari sukses, karena dalam SIBI terdapat sistem bahasa isyarat yang memiliki imbuhan sehingga menyulitkan kaum tuli untuk berkomunikasi sehingga berperan kemampuan membaca menjadi lemah. Sedangkan BISINDO sudah berdiri sejak lama dan sistem itu dapat dipahami walaupun tidak dipadukan dengan bicara secara verbal.Tetapi program BISINDO masih kurang jika dibandingkan dengan SIBI yang telah difasilitasi secara lebih baik seperti video, kamus, trainer dan sebagainya.

Hal ini cukup membuat situasi menjadi sulit karena 2 bahasa itu terlanjur disebarluaskan sejak lama sehingga menimbulkan konflik dalam komunikasi seperti terdapat 2 kelompok di antara kaum tuli menggunakan SIBI dan BISINDO, ketika kedua kaum tuli itu saling berkomunikasi tidak dapat menggunakan bahasa isyarat hanyalah bicara secara oral dan tulis kertas membantu keduanya untuk saling mengerti. Sungguh menyayangkan sebagai sesama bangsa Indonesia ternyata kaum tuli yang menggunakan bahasa berbeda-beda yang tidak dapat disatukan.

Selain itu, adanya bahasa isyarat dapat menciptakan lapangan kerja seperti penerjemah bahasa isyarat (interpreter), kaum tuli sangat membutuhkan penerjemah bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan orang normal. Jika tanpa penerjemah, kemungkinan besar kaum tuli terlibat kesalahapaham dalam pembicaraan dengan orang normal, maka tenaga penerjemah perlu dimanfaatkan. Sayangnya, penerjemah bahasa isyarat di Indonesia tergolong minim justru membuat kaum tuli lainnya harus ikut terapis wicara yang membutuhkan biaya dan waktu yang lama agar bisa bicara layaknya normal.Oleh karena itu, kita seharusnya membuka pelatihan bahasa isyarat untuk orang yang menganggur agar menjadi penerjemah bahasa isyarat yang professional baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa internasional.

Dengan harapan ini masalah tersebut mungkin dapat diatasi dengan cara menggelar konferensi untuk kaum tuli. Hal ini perlu dilaksanakan di masa mendatang agar meningkatkan generasi muda kaum tuli menjadi lebih cerdas dan sejahtera.

Nota Bene: Jika pembaca merasa keberatan dengan tulisan yang dianggap tersinggung, dan tetap bersikeras untuk menghapus tulisan tersebut, mohon hubungi saya via twitter @suryasahetapy demi mempertahankan solidaritas kita sebagai bangsa Indonesia dan kaum tuli Indonesia.

 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More