One opportunity, limitless possibility

Bahasa Indonesia

What is needed for people with disabilities is one chance to show their abilities. An inclusive working environment opens limitless access to equal employment opportunities.

Surya Sahetapy, 22 years old, never imagined that his first working experience was in the governmental office. He also never imagined that he would be the first person with disability employed by the Provincial Government of Jakarta. 

“I could not believe that I was selected. I am still doing my college study and this was really my first working experience. I never imagined that it would be with the government."

Surya Sahetapy

He still remembered the day he applied for the first apprenticeship programme opened by the Governor of Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, or also known as Ahok, in November 2015. The first of its kind, the programme was launched by Ahok, inspiring young Indonesians to be more involved in the developmental programmes as an effort to improve the professionalism and transparency of the local governance.

Competed with other 500 applicants, Surya sent his essay about the general condition of deaf people in Jakarta. His essay also emphasized what the provincial government could do to develop and improve the educational system, particularly for deaf people.

When he was notified as one of the 20 selected apprentices to join the four-month apprenticeship programme, he was delighted but also stunned at the same time. “I could not believe that I was selected. I was still doing my college study and this was really my first working experience. I never imagined that it would be with the government,” said Surya using sign-language, adding that he was the only apprentice with disability.

In the apprenticeship programme, he was positioned in budgeting section out of 12 sections, such as infrastructure, technology and information, city planning, education, public service, and so forth. “Budgeting is new for me. I have no financial background. At the beginning, it was hard for me to follow my team, but I learnt a lot,” said Surya who is majoring in English Education at the Sampoerna University, recalling his first days. 

Tackling the challenges

One of the challenges for Surya was to be involved and understand the conversations and discussions around him. Without the assistance from a sign-language interpreter, he tried his best to read lips. 

“But, people around me talking so fast during meetings and I could not catch up. They also like to use big words or governmental terms that I did not know and understand. It was a struggle for me to keep up with my team,” he said.

After two weeks without an interpreter, Surya discussed his challenge with his team leader. Since the provincial government had never employed people with disabilities, the officials were not aware about disability issues. A sign-language interpreter was then hired to assist Surya during the apprenticeship programme.

“I used to not care about politics, but now I have different views about it. I hope more and more people with disabilities involve in this programme to promote and advocate issues about disabilities."

Surya Sahetapy

For Rastri Puspita Mine, a sign-language interpreter, it was also her first experience dealing with the governmental issues. “It was an enlightening experience as I learnt so much too from assisting Surya doing his tasks in budgeting. My difficulty was to translate the governmental terms and numerous abbreviations used,” she told her experience.

His apprenticeship experience, however, has made Surya changed his perception about the government. “I have a more positive impression for the government. I learnt that the government actually cares about disability issues. They haven’t done much because they haven’t had adequate understanding about this. Therefore, it is important for all the disability organizations and others who care about creating an inclusive environment surrounding us to continue advocating the government and the public at large about disability issues,” stated Surya who is also an active disability advocate. 

During the apprenticeship, he said that he learnt more about the role and function of the provincial government. What he cherished the most were the chance to participate in meetings conducted with the Jakarta Governor, visits to government offices at the community level and dialogues with relevant officials.  

I used to not care about politics, but now I have different views about it. I hope more and more people with disabilities involve in this programme to promote and advocate issues about disabilities,” he said.

ILO’s commitment to disability issue

With stronger support from the government at all levels (national, provincial and district levels), inclusive environments in, among others, government departments, companies, schools and public environment are more achievable. To support the inclusiveness, the ILO has a long standing commitment to promote decent work for people with disabilities. 

Disability issues are in line with the ILO’s Convention No. 111 concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation and was ratified by Indonesia through Act. No. 21/1999. The ILO in Indonesia has been promoting equal employment opportunity for people with disabilities through its Promoting Rights and Opportunities for People with Disabilities in Employment through Legislation in Indonesia (PROPEL-Indonesia) Project.

“Through young generation like Surya who tirelessly advocates and promotes equal opportunity and treatment for people with disabilities, it is hoped that more positive changes will happen in this country. More and more people with disabilities will have equal opportunities to employment, training, education and other social aspects of life."

Santy Otto, the ILO's Project Coordinator on Disability

Key initiatives taken by the Project include, among others, disability trainings for relevant partners, development of information materials and videos on rights of people with disabilities, and the organization of Disability Business Forums, aimed to increase awareness and understanding of companies on benefits of hiring and employing people with disabilities and to strengthen networks among companies.

“Through young generation like Surya who tirelessly advocates and promotes equal opportunity and treatment for people with disabilities, it is hoped that more positive changes will happen in this country. More and more people with disabilities will have equal opportunities to employment, training, education and other social aspects of life,” said Santy Otto, the ILO's PROPEL-Indonesia Project on Disability.

Sources:

Read More

Satu peluang, kemungkinan tanpa batas

English Language

Apa yang dibutuhkan para penyandang disabilitas hanyalah satu kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka. Sebuah lingkungan kerja yang inklusif membuka akses tanpa batas bagi peluang kerja yang setara.

urya Sahetapy, 22 tahun, tidak pernah membayangkan pengalaman kerja pertamanya berada di kantor pemerintah. Dia juga tidak pernah membayangkan menjadi penyandang disabilitas pertama yang diperkerjakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Saya tidak bisa percaya bahwa saya terpilih. Saya masih belajar di perguruan tinggi dan ini benar-benar pengalaman kerja pertama saya. Saya tidak pernah membayangkan akan bekerja dengan pemerintah."

Surya Sahetapy

Dia masih mengingat hari ia melamar program magang pertama yang dibuka Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada November 2015. Pertama kalinya dilakukan, program ini diluncurkan Ahok untuk menginspirasi generasi muda Indonesia agar lebih terlibat dalam program-program pembangunan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme dan transparansi pemerintahan daerah.

Bersaing dengan 500 pelamar lainnya, Surya mengirim esainya mengenai kondisi umum penyandang tuli di Jakarta. Esainya juga menekankan apa yang bisa dilakukan pemerintah provinsi untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem pendidikan, khususnya bagi kaum tuli. 

Ketika diberitahu ia menjadi salah satu dari 20 peserta magang yang terpilih untuk mengikuti program pemagangan selama empat bulan, ia merasa senang namun sempat tertegun. "Saya tidak bisa percaya bahwa saya terpilih. Saya masih belajar di perguruan tinggi dan ini benar-benar pengalaman kerja pertama saya. Saya tidak pernah membayangkan akan bekerja dengan pemerintah," kata Surya menggunakan bahasa isyarat. Ia menambahkan bahwa ia merupakan satu-satunya peserta magang dengan disabilitas.

Dalam program magang ini, ia ditempatkan di bidang anggaran dari 12 bidang lainnya, seperti infrastruktur, teknologi dan informasi, perencanaan kota, pendidikan, pelayanan publik, dan sebagainya. “Anggaran adalah bidang baru bagi saya. Saya tidak memiliki latar belakang keuangan. Awalnya sulit bagi saya untuk mengikuti kinerja tim, tapi saya belajar banyak,” kisah Surya yang mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Sampoerna.  

Mengatasi tantangan

Salah satu tantangan bagi Surya adalah terlibat dalam dan memahami percakapan serta diskusi di sekelilingnya. Tanpa bantuan penerjemah bahasa isyarat, dia mencoba sebisanya membaca bibir.

"Tapi, orang-orang di sekitar saya berbicara begitu cepat selama pertemuan dan saya tertinggal. Mereka juga suka menggunakan kata-kata berat dan istilah-istilah pemerintahan yang saya tidak tahu dan pahami. Saya berjuang untuk menyatu dengan tim saya,” kata dia. 

Setelah dua minggu tanpa penerjemah, Surya membahas hambatannya ini dengan pemimpin tim. Karena pemerintah provinsi belum pernah memperkerjakan penyandang disabilitas, para pejabatnya tidak menyadari isu-isu disabilitas. Seorang penerjemah bahasa isyarat kemudian diperkerjakan untuk membantu Surya selama program pemagangan.

“Sebelumnya saya tidak peduli tentang politik, tetapi sekarang saya memiliki pandangan yang berbeda. Saya berharap semakin banyak penyandang disabilitas terlibat dalam program ini untuk mempromosikan dan memberikan advokasi mengenai isu-isu disabilitas."

Surya Sahetapy

Bagi Rastri Puspita Mine, penerjemah bahasa isyarat, ini merupakan pengalaman pertamanya berurusan dengan isu-isu pemerintahan. “Ini merupakan pengalaman yang mencerahkan karena saya belajar banyak saat membantu Surya melakukan tugasnya dalam penganggaran. Kesulitan saya adalah menerjemahkan istilah pemerintahan dan banyaknya singkatan yang digunakan,” ujar Rastri menceritakan pengalamannya.

Pengalaman magang ini, bagaimanapun, telah membuat Surya mengubah persepsinya mengenai pemerintah. “Saya memiliki kesan yang lebih positif tentang pemerintah. Saya belajar bahwa pemerintah sebenarnya peduli tentang isu-isu disabilitas. Mereka belum melakukan banyak karena tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang hal ini. Karenanya, penting bagi semua organisasi penyandang disabilitas dan mereka yang peduli tentang menciptakan lingkungan inklusif di sekitar kita untuk terus memberikan advokasi kepada pemerintah dan masyarakat luas tentang isu-isu disabilitas," kata Surya yang aktif melakukan advokasi mengenai disabilitas. 

Selama magang, ia pun belajar banyak tentang peran dan fungsi pemerintah provinsi. Yang paling berkesan baginya adalah kesempatan untuk berpartisipasi dalam pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta, kunjungan ke kantor-kantor pemerintah di tingkat masyarakat dan berdialog dengan para pejabat terkait.

"Sebelumnya saya tidak peduli tentang politik, tetapi sekarang saya memiliki pandangan yang berbeda. Saya berharap semakin banyak penyandang disabilitas terlibat dalam program ini untuk mempromosikan dan memberikan advokasi mengenai isu-isu disabilitas,” katanya.

Komitmen ILO untuk disabilitas

Dengan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah di semua tingkatan (tingkat nasional, provinsi dan kabupaten), lingkungan inklusif dalam, di antaranya, lembaga pemerintah, perusahaan, sekolah dan lingkungan umum, lebih dapat diwujudkan. Untuk mendukung inklusi ini, ILO memiliki komitmen panjang untuk mempromosikan pekerjaan layak bagi penyandang disabilitas.

“Melalui generasi muda seperti Surya yang tanpa lelah mendukung dan mempromosikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi penyandang disabilitas, diharapkan akan ada perubahan yang lebih positif di negeri ini. Semakin banyak lagi penyandang disabilitas yang mendapatkan kesempatan sama terhadap pekerjaan, pelatihan, pendidikan dan aspek sosial kehidupan lainnya."

Santy Otto, Koordinator Proyek PROPEL-Indonesia ILO

Isu-isu disabilitas sejalan dengan Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan dan telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang No. 21/1999. ILO di Indonesia telah mempromosikan kesempatan kerja yang sama bagi penyandang disabilitas melalui Proyek Mempromosikan Hak-hak dan Kesempatan bagi Penyandang Disabilitas dalam Ketenagakerjaan melalui Peraturan Perundangan (Propel-Indonesia).

Inisiatif-inisiatif utama yang dilakukan proyek tersebut meliputi, antara lain, pelatihan disabilitas bagi mitra terkait, pengembangan bahan informasi dan video mengenai hak-hak penyandang disabilitas, dan pelaksanaan Forum Bisnis Disabilitas, yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan pemahaman perusahaan tentang manfaat merekrut dan memperkerjakan penyandang disabilitas dan memperkuat jejaring antar perusahaan.  

"Melalui generasi muda seperti Surya yang tanpa lelah mendukung dan mempromosikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi penyandang disabilitas, diharapkan akan ada perubahan yang lebih positif di negeri ini. Semakin banyak lagi penyandang disabilitas yang mendapatkan kesempatan sama terhadap pekerjaan, pelatihan, pendidikan dan aspek sosial kehidupan lainnya,” kata Santy Otto, Koordinator Proyek PROPEL-Indonesia ILO.

Sumber:
http://www.ilo.org/jakarta/info/public/fs/WCMS_502314/lang--en/index.htm

Read More